Sabtu, 22 Desember 2012

DANAU LAPINDO,BENCANA YANG MENJADI WISATA

Bencana
Danau Lumpur Lapindo di Kecamatan
Porong-Sidoarjo masih menyisakan duka.
Namun, danau ini justru dibuat sebagai
tempat wisata oleh masyarakat sekitar.
Ada banyak kisah di sana.
Akibat kelalaian manusia bencana lumpur
panas Sidoarjo terjadi. Di balik duka yang
mendalam itu, semangat warga sekitar
patut diacungi jempol. Betapa tidak,
danau ini mereka sulap menjadi destinasi
yang mendatangkan banyak wisatawan.
Bencana lumpur panas Sidoarjo atau yang
dikenal dengan Danau Lumpur Lapindo,
merupakan bencana tenggelamnya
beberapa desa di Kecamatan Porong-
Sidoarjo hingga membentuk danau yang
begitu luas akibat aktivitas pengeboran
minyak. Entah berapa besar kerugian
yang ditanggung akibat hilangnya
pemukiman penduduk, gedung-gedung
sekolah, kantor-kantor pemerintah,
persawahan, sektor perindustrian, dan
lain-lain.
Akibat bencana ini jalur lalu litas
perdagangan Surabaya–Malang dan
Surabaya-Banyuwangi sempat lumpuh
total. Sehingga berpengaruh pada
kehidupan perekonomian di Jawa Timur.
Kamis itu kebetulan hari libur, yaitu hari
Tahun Baru Islam, 1 Muharram 1434
Hijriyah. Kami memanfaatkannya dengan
bepergian ke luar kota bersama anak dan
istri. Terdorong oleh rasa ingin tahu kami
tentang Danau Lapindo, maka
berangkatlah kami menuju kota Porong–
Sidoarjo.
Sesampai di pintu masuk tanggul Danau
Lapindo, seorang penjaga memungut
biaya masuk sebesar Rp 5.000 per orang.
Di dalam areal danau, para pengunjung
masih dipungut biaya suka rela sebelum
memasuki lokasi pusat semburan.
Danau Lumpur Lapindo dikelilingi oleh
tanggul yang cukup tinggi, dengan
ketebalan tanggul yang memungkinkan
kendaran roda empat (dump truck) bisa
berjalan lalu lalang melalui tanggul itu.
Sebelum memasuki tanggul, masih di
Jalan Raya Porong, banyak warga sekitar
yang mendirikan warung-warung makan
dan minuman. Mereka mencari rejeki
dengan berjualan makanan dan minuman
untuk menambah ekonomi keluarga.
Setiap pengunjung  yang  datang mereka
tawari suvenir-suvenir, berupa kaus dan
CD tentang bencana lumpur panas ini.
Layanan payung dan ojek juga tersedia
bagi pengunjung yang kebetulan tidak
membawa motor sendiri.
Mengingat begitu luasnya danau ini,
sehingga berjalan-jalan keliling danau
tidak bisa dilakukan dengan berjalan kaki.
Terlalu capek dan keadaan udara sangat
panas menyengat kulit akibat musim
kemarau yang berkepanjangan.
Dari kejauhan tampak sesekali asap putih
mengepul timbul tenggelam rupanya. Di
sanalah tempat pusat semburan, ada bau
khas dan tak sedap yang ditimbulkan
akibat keluarnya lumpur panas dari perut
bumi muncul dan hilang kembali diterpa
angin kemarau.
Kami menyaksikan pompa-pompa air
yang berukuran sangat besar, juga kapal-
kapal pengeruk lumpur serta mess
karyawan BPLS (Badan Penanggulangan
Lumpur Sidoarjo) yang siang itu kelihatan
sepi dan lengang. Hanya suara atap mess
yang terbuat dari bahan pelat seng
tersingkap akibat tiupan angin yang
mengundang perhatian kami.
Tidak lama kemudian, beberapa pasang
pengunjung dengan mengendarai sepeda
motor mendatangi tempat yang terdekat
dengan pusat semburan. Kami lalu
berbincang bersama sambil memandangi
pusat semburan lumpur.
Mereka datang bersama keluarganya
sehabis menengok sanak keluarga di
daerah lain, "penasaran dengan cerita
banyak orang tentang danau Lapindo,
sekalian main-main kesini," ungkap salah
satu dari mereka.
Sebagian pengunjung, memanfaatkan
waktunya dengan berfoto bersama
anggota keluarganya dengan latar
belakang danau lumpur yang sudah
mengering. Terlihat jelas sekali
permukaan lumpur yang mulai mengeras
dan retak-retak akibat musim kemarau.
BPLS sengaja memisahkan material yang
keluar dari lubang semburan menjadi dua
bagian. Sebagian danau khusus
menampung air dan danau lain untuk
endapan lumpur.
Ali, seorang pemandu wisata
menjelaskan, "meski tempat ini terdekat
dengan lokasi semburan, namun jaraknya
masih puluhan kilometer dari sini.
Wisatawan tidak diperkenankan melihat
terlalu dekat dengan pusat semburan
untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan, seperti terjatuh dan lain-
lain,".
Pohon cemara ditanam dengan jarak
tanam yang teratur, tampak
mempercantik jalan masuk lokasi pusat
semburan ini. Meski ada sebagian yang
mengering akibat kemarau panjang.
Hari menjelang sore, setelah puas
mengunjungi tempat wisata Lumpur
Lapindo kami lalu beranjak pulang.
Dengan berhati-hati kami menuruni
tanggul yang tinggi itu. Anak kami juga
merengek karena perutnya lapar.
Kebetulan ada warung sederhana di
dekat danau yang menyediakan makanan
khas kota Porong, ote-Ote namanya.
Kami pun dengan lahap menyantap ote-
ote itu. Ditambah petis Sidoarjo, duh
semakin nikmat rasanya. Sebagian lagi
kami bawa pulang untuk oleh-oleh
keluarga di rumah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar